Manusia adalah makhluk yang berbudaya, setiap aktifitasnya
mencerminkan sistem kebudayaan yang berintegrasi dengan dirinya, baik cara
berpikir, memandang sebuah permasalahan. Pengambilan keputusan dan lain
sebagainya.
Budaya Organisasi Menurut Para Ahli- Kata budaya (Culture) sebagai suatu
konsep berakar dari kajian atau disiplin ilmu Antropologi ; yang oleh Killman .
et. Al (dalam Nimran, 2004 : 134) diartikan sebagai Falsafah, ideologi,
nila-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma yang dimiliki bersama
dan mengikat suatu masyarakat.
Menurut Robbins (1999 : 282) semua organsasi mempuyai
budaya yang tidak tertulis yang mendefinisikan standar-standar perilaku yang
dapat diterima dengan baik maupun tidak untuk para karyawan. Dan proses akan
berjalan beberapa bulan, kemudian setelah itu kebanyakan karyawan akan memahami
budaya organiasi mereka seperti, bagaimana
berpakaian untuk kerja dan lain sebagainya.
Gibson (1997 : 372) mendefinisikan budaya organisasi
sebagai sistem yang menembus nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang ada
disetiap organisasi. Kultur organisasi dapat mendorong atau menurunkan
efektifitas tergantung dari sifat nilai-nilai, keyakinan dan norma-norma yang
dianut.
Menurut Mowat (2002) budaya
organisasi adalah “the personality of the organization: the shared beliefs,
values and behaviours of the group. It is symbolic, holistic, and unifying,
stable, and difficult to change.”
Menurut pandangan Davis
(1984):“Pengertian budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai
organisasionalyang dipahami, dijiwai dan dipraktikkan oleh organisasional
sehingga polatersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar berperilaku
dalam organisasional”. Budaya organisasi merujuk kepada suatu sistem pengertian
bersama yang dipegang oleh anggotaanggota suatu organisasi, yang
membedakan organisasi tersebut dari organisasi lainnya.
Schein (1981) dalam Ivancevich
et.al., (2005) mendefinisikan budaya sebagai suatu pola dari asumsi dasar yang
diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok tertentu saat belajar
menghadapi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang telah
berjalan cukup baik untuk dianggap valid, dan oleh karena itu, untuk diajarkan
kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir dan
berperasaan sehubungan dengan masalah yang dihadapinya.
Definisi Schein menunjukkan bahwa
budaya melibatkan asumsi, adaptasi, persepsi dan pembelajaran.
Lebih
lanjut dijelaskan bahwa budaya organisasi memiliki tiga lapisan:
- Lapisan pertama mencakup artifak dan ciptaan yang tampak nyata tetapi seringkali tidak dapat diinterpretasikan.
- Lapisan kedua terdapat nilai atau berbagai hal yang penting bagi orang. Nilai merupakan kesadaran, hasrat afektif, atau keinginan.
- Lapisan ketiga merupakan asumsi dasar yang diciptakan orang untuk memandu perilaku mereka. Termasuk dalam lapisan ini adalah asumsi yang mengatakan kepada individu bagaimana berpersepsi, berpikir, dan berperasaan mengenai pekerjaan, tujuan kinerja, hubungan manusia, dan kinerja rekan kerja.
Terdapat
tujuh karakter utama yang menjadi hakikat dari budaya organisasi:
- Inovasi dan pengambilan resiko: sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil resiko.
- Perhatian terhadap detail: sejauh mana karyawan diharapkan mampu memperlihatkan ketepatan, analisis, dan perhatian terhadap detail.
- Orientasi terhadap hasil: sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil, dibandingkan pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut.
- Orientasi terhadap individu: sejauhmana manajemen dalam mempertimbangkan efekefek keberhasilan individuindividu didalam organisasi
- Orientasi terhadap tim: sejauh mana aktivitas pekerjaan yang diatur dalam tim, bukan secara perorangan.
- Agresivitas: sejauh mana orangorang agar berlaku agresif (kreatif) dan (kompetitif), dan tidak bersikap santai.
- Stabilitas: sejauh mana aktivitas organisasi dalam mempertahankan status quo (Robbins, 2002)
Dari pengertian tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah sebuah sistem bersama yang meliputi
keyakinan, nilainilai dan perilaku kelompok yang membedakannya dengan
organisasi lain.
Fungsi budaya pada umumnya sukar dibedakan dengan fungsi
budaya kelompok atau budaya organisasi, karena budaya merupakan gejala sosial.
Menurut Ndraha (1997 : 21) ada beberapa fungsi budaya, yaitu :
- Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat
- Sebagai pengikat suatu masyarakat
- Sebagai sumber
- Sebagai kekuatan penggerak
- Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah
- Sebagai pola perilaku
- Sebagai warisan
- Sebagai pengganti formalisasi
- Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan
- Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan negara sehingga terbentuk nation – state
Sedangkan
menurut Robbins (1999:294) fungsi budaya didalam sebuah organisasi adalah :
- Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas
- Budaya berarti identitas bagi suatu anggota organisasi
- Budaya mempermudah timbulnya komitmen
- Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial
C. Tipologi Budaya Organisasi
Ada beberapa tipologi budaya
organisasi. Kotter dan Heskett (1998) mengkategorisasi jenis budaya organisasi
menjadi tiga yaitu budaya kuat dan budaya lemah; budaya yang memiliki kecocokan
strategik; dan budaya adaptif. Organisasi yang berbudaya kuat biasanya dapat
dilihat oleh orang luar sebagai memilih suatu gaya tertentu. Dalam budaya
organisasi yang kuat ini nilai-nilai yang dianut bersama itu dikonstruksi ke
dalam semacam pernyataan misi dan secara serius mendorong para manajer untuk
mengikutinya. Karena akar-akarnya sudah mendalam, gaya dan nilai budaya yang
kuat cenderung tidak banyak berubah walaupun ada pergantian pimpinan.
Sejalan dengan itu, Robbins (1990)
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan budaya yang kuat adalah budaya di mana
nilai-nilai inti dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas.
Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen
mereka pada nilai-nilai itu, maka makin kuat pula budaya tersebut. Sebaliknya
organisasi yang berbudaya lemah, nilai-nilai yang dianut tidak begitu kuat
sehingga jatidiri organisasi tidak begitu menonjol dan kemungkinan besar
nilai-nilai yang dianut pun berubah setiap pergantian pimpinan atau sesuai
dengan kebijakan pimpinan yang baru.
Jenis budaya yang cocok secara
strategik memiliki perspektif yang menegaskan tidak ada resep umum untuk
menyatakan seperti apa hakikat budaya yang baik itu, hanya apabila “cocok”
dengan konteksnya. Konteks itu dapat berupa kondisi objektif dari
organisasinya, segmen usahanya yang dispesifikasi oleh strategi organisasi atau
strategi bisnisnya sendiri. Konsep kecocokan sangat bermanfaat khususnya dalam
menjelaskan perbedaanperbedaan kinerja jangka pendek dan menengah. Esensi
konsepnya mengatakan bahwa suatu budaya yang seragam tidak akan berfungsi. Oleh
karena itu, beberapa variasi dibutuhkan untuk mencocokan tuntutan-tuntutan
spesifik dari bisnis-bisnis yang berbeda itu.
Budaya adaptif didasari pemikiran
bahwa organisasi merupakan sistem terbuka dan dinamis yang dapat mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh lingkungan. Untuk dapat meraih sukses dalam lingkungan
yang senantiasa berubah, organisasi harus tanggap terhadap
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, dapat membaca kecenderungan-kecenderungan
penting dan melakukan penyesuaian secara cepat. Budaya organisasi adaptif
memungkinkan organisasi mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi tanpa
harus berbenturan dengan perubahan itu sendiri.
Selanjutnya,
Luthans (1992) memaparkan karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:
- Peraturan-peraturan perilaku yang harus dipenuhi
- Norma-norma
- Nilai-nilai yang dominan
- Filosofi
- Aturan-aturan
- Iklim organisasi.
Semua karakteristik budaya
organisasi tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, dalam arti
bahwa unsur-unsur tersebut mencerminkan budaya yang berlaku dalam suatu jenis
organisasi, baik yang berorientasi pada pelayanan jasa maupun organisasi yang
menghasilkan produk barang.
Robbins
(1990) mengemukakan 10 karakteristik budaya organisasi, yaitu:
- Inisiatif individu
- Toleransi terhadap risiko
- Pengarahan
- Integrasi
- Dukungan manajemen
- Pengawasan
- Identitas
- Sistem penghargaan
- Toleransi terhadap konflik
- Pola komunikasi.
Inisiatif individual adalah seberapa
jauh inisiatif seseorang dikehendaki dalam perusahaan. Hal ini meliputi
tanggung jawab, kebebasan dan independensi dari masing-masing anggota
organisasi, dalam artian seberapa besar seseorang diberi wewenang dalam melaksanakan
tugasnya, seberapa berat tanggung jawab yang harus dipikul sesuai dengan
kewenangannya dan seberapa luas kebebasan mengambil keputusan.
Toleransi terhadap risiko,
menggambarkan seberapa jauh sumber daya manusia didorong untuk lebih agresif,
inovatif dan mau menghadapi risiko dalam pekerjaannya. Pengarahan, hal ini
berkenaan dengan kejelasan sebuah organisasi dalam menentukan objek dan harapan
terhadap sumber daya manusia terhadap hasil kerjanya. Harapan tersebut dapat
dituangkan dalam bentuk kuantitas, kualitas dan waktu.
Integrasi adalah seberapa jauh
keterkaitan dan kerja sama yang ditekankan dalam melaksanakan tugas dari
masing-masing unit di dalam suatu organisasi dengan koordinasi yang baik.
Dukungan manajemen, dalam hal ini seberapa jauh para manajer memberikan
komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan terhadap bawahannya dalam
melaksanakan tugasnya.
Pengawasan, meliputi
peraturan-peraturan dan supervisi langsung yang digunakan untuk melihat secara
keseluruhan dari perilaku karyawan. Identitas, menggambarkan pemahaman anggota
organisasi yang loyal kepada organisasi secara penuh dan seberapa jauh
loyalitas karyawan tersebut terhadap organisasi.
Sistem penghargaan pun akan dilihat
dalam budaya organisasi, dalam arti pengalokasian “reward” (kenaikan gaji,
promosi) berdasarkan kriteria hasil kerja karyawan yang telah ditentukan.
Toleransi terhadap konflik, menggambarkan sejauhmana usaha untuk mendorong
karyawan agar bersikap kritis terhadap konflik yang terjadi. Karakteristik yang
terakhir adalah pola komunikasi, yang terbatas pada hierarki formal dari setiap
perusahaan.
D.
Daftar
Pustaka
Luthans
Fred, (2006), Perilaku Organisasi,
Andi Yogyakarta.
Sutrisno
Edy, (2010), Budaya Organisasi,
Kencana Prenada Media Group Jakarta.
http://www.psychologymania.com/2013/01/tipologi-budaya-organisasi.html