I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Antri
merupakan salah satu aktivitas yang sering dijumpai didalam kegiatan kita
sehari-hari. Diantara nya antrian pada loket pembayaran rekening listrik, masuk
ke dalam area parker dan juga pada saat melakukan transaksi di dalam bank. Dalam
mengantri tentu nya banyak kendala, diantara nya belum adanya kesadaran para
pengantri untuk bersabar, ini yang sering terjadi di Indonesia.
1.2
Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pengentahuan dan beda antara cara
mengantre di Indonesia dan Negara lain, selain itu juga memberitahukan kepada
pembaca bahwa pentingnya antri dalam setiap kegiatan yang melibatkan orang
banyak.
II.
PEMBAHASAN
Antrian
adalah suatu kejadian yang biasa dalam kehidupan sehari–hari. Menunggu didepan
loket untuk mendapatkan tiket kereta api atau tiket bioskop, pada pintu jalan
tol, padabank, pada kasir supermarket, dan situasi–situasi yang lain merupakan
kejadian yang seringditemui. Studi tentang antrian bukan merupakan hal yang
baru.Antrian timbul disebabkan oleh kebutuhan akan layanan melebihi kemampuan (kapasitas)
pelayanan atau fasilitas layanan,
sehingga pengguna fasilitas yang tiba tidak bisasegera mendapat layanan
disebabkan kesibukan layanan. Pada banyak hal, tambahan fasilitaspelayanan
dapat diberikan untuk mengurangi antrian atau untuk mencegah timbulnya
antrian.Akan tetapi biaya karena memberikan pelayanan tambahan, akan
menimbulkan pengurangankeuntungan mungkin sampai di bawah tingkat yang dapat
diterima. Sebaliknya, seringtimbulnya antrian yang panjang akan mengakibatkan
hilangnya pelanggan / nasabah.
Salah
satu model yang sangat berkembang sekarang ini ialah model matematika.Umumnya,
solusi untuk model matematika dapat dijabarkan berdasarkan dua macamprosedur,
yaitu : analitis dan simulasi. Pada model simulasi, solusi tidak dijabarkan
secaradeduktif. Sebaliknya, model dicoba terhadap harga – harga khusus variabel
jawabberdasarkan syarat – syarat tertentu (sudah diperhitungkan terlebih
dahulu), kemudiandiselidiki pengaruhnya
terhadap variabel kriteria. Karena itu, model simulasi pada hakikatnyamempunyai
sifat induktif. Misalnya dalam persoalan antrian, dapat dicoba pengaruhbermacam
– macam bentuk sistem pembayaran sehingga diperoleh solusi untuk situasi
atausyarat pertibaan yang mana pun.
2.
Sejarah
Teori Antrian
Antrian yang sangat
panjang dan terlalu lama untuk memperoleh giliran pelayanansangatlah
menjengkelkan. Rata – rata lamanya waktu menunggu (waiting time) sangattergantung
kepada rata – rata tingkat kecepatan pelayanan (rate of services). Teori tentangantrian diketemukan dan
dikembangkan oleh A. K. Erlang, seorang insinyur dari Denmark yang bekerja
pada perusahaan telepon di Kopenhagen pada tahun 1910. Erlang
melakukaneksperimen tentang fluktuasi permintaan fasilitas telepon yang
berhubungan dengan automatic dialing equipment ,
yaitu peralatan penyambungan telepon secara otomatis.
Dalam waktu – waktu yang sibuk operator
sangat kewalahan untuk melayani para peneleponsecepatnya, sehingga para
penelepon harus antri menunggu giliran, mungkin cukup lama.Persoalan aslinya
Erlang hanya memperlakukan perhitungan keterlambatan (delay) dari seorang
operator, kemudian pada tahun 1917 penelitian dilanjutkan untuk
menghitungkesibukan beberapa operator. Dalam periode ini Erlang menerbitkan
bukunya yang terkenalberjudul Solution of some problems in the theory of probabilities
of significance in AutomaticTelephone Exhange.
Baru setelah perang dunia kedua, hasil penelitian Erlang diperluaspenggunaannya
antara lain dalam teori antrian (Supranto, 1987).
3. Pengertian Antrian
Menurut Siagian
(1987), antrian ialah suatu garis tunggu dari nasabah (satuan) yangmemerlukan
layanan dari satu atau lebih pelayan (fasilitas layanan). Pada umumnya,
sistemantrian dapat diklasifikasikan menjadi system yang berbeda – beda di mana
teori antrian dansimulasi sering diterapkan secara luas.
Klasifikasi menurut
Hillier dan Lieberman adalah sebagai berikut :
-
Sistem pelayanan komersial
-
Sistem pelayanan bisnis – industry
-
Sistem pelayanan transportasi
-
Sistem pelayanan social
a.
Sistem pelayanan komersial merupakan
aplikasi yang sangat luas dari model – model antrian,seperti restoran,
kafetaria, toko – toko, salon, butik, supermarket, dan sebagainya.
b.
Sistem pelayanan bisnis – industri
mencakup lini produksi, sistem material – handling, sistempergudangan, dan sistem
– sistem informasi komputer.
c.
Sistem pelayanan sosial merupakansistem
– sistem pelayanan yang dikelola oleh kantor – kantor dan jawatan – jawatan
lokalmaupun nasional, seperti kantor registrasi SIM dan STNK, kantor pos, rumah
sakit,puskesmas, dan lain – lain (Subagyo, 2000).
4.
Komponen
Dasar Antrian
Komponen dasar proses
antrian adalah :
-
KedatanganSetiap
masalah antrian melibatkan kedatangan, misalnya orang, mobil, panggilantelepon
untuk dilayani, dan lain – lain. Unsur ini sering dinamakan proses input.
Proses inputmeliputi sumber kedatangan atau biasa dinamakan calling population,
dan cara terjadinyakedatangan yang umumnya merupakan variabel acak. Menurut
Levin, dkk (2002), variableacak adalah suatu variabel yang nilainya bisa berapa
saja sebagai hasil dai percobaan acak.Variabel acak dapat berupa diskrit atau
kontinu. Bila variabel acak hanya dimungkinkanmemiliki beberapa nilai saja,
maka ia merupakan variabel acak diskrit. Sebaliknya bilanilainya dimungkinkan
bervariasi pada rentang tertentu, ia dikenal sebagai variabel
acak kontinu.
-
Pelayan atau mekanisme pelayanan dapat
terdiri dari satu atau lebih pelayan, atau satuatau lebih fasilitas pelayanan.
Tiap – tiap fasilitas pelayanan kadang – kadang disebut sebagaisaluran
(channel) (Schroeder, 1997). Contohnya,
jalan tol dapat memiliki beberapa pintu tol.Mekanisme pelayanan dapat hanya
terdiri dari satu pelayan dalam satu fasilitas pelayananyang ditemui pada loket
seperti pada penjualan tiket di gedung bioskop.
-
Antri Inti
dari analisa antrian adalah antri itu sendiri. Timbulnya antrian
terutamatergantung dari sifat kedatangan dan proses pelayanan. Jika tak ada
antrian berarti terdapatpelayan yang menganggur atau kelebihan fasilitas
pelayanan (Mulyono, 1991).
5. Budaya
Antri di Beberapa Negara
“Queue is a line of people, cars,
etc.waiting for something or to do something.” Dewasa ini antri menjadi suatu
hal yang sepertinya sulit sekali dilakukan oleh masyarakat di Indonesia. Antri
yang dimaksud disini bukan hanya sekedar berjejer menunggu giliran untuk
memperoleh atau untuk melakukan sesuatu (Oxford Dictionary), namun antri yang
dimaksud juga harus menerapkan nilai-nilai dan prinsip antri itu sendiri.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa antri telah ada sejak zaman dahulu
kala, dan biasanya berkembang di suatu daerah yang memiliki penduduk dengan
tingkat intelegensi dan kemasyarakatan yang tinggi.
Yunani kuno misalnya, masyarakatnya
selalu patuh pada norma antri dalam setiap kesempatan meskipun hal itu lebih
dikarenakan kekuasaan raja yang memiliki kedudukan tinggi di hati rakyatnya.
Contoh lain adalah dari artefak di pinggiran kota Roma, yang menunjukan bahwa
pada zaman Romawi kuno antri telah menjadi budaya pada daerah itu. Dapat
dilihat bahwa orang berbondong-bondong dengan rapi saat akan menyaksikan
pertunjukan di Collosseum. Masih banyak bukti yang menunjukkan bahwa antri
telah ada sejak zaman kuno, utamanya di daerah Eropa.
Oleh masyarakat barat, budaya antri
seperti telah benar-benar mendarah daging. Budaya antri tersebut menurut kami
mempengaruhi atau berhubungan dengan kemajuan pola pikir masyarakat pelaku
budaya antri tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat yang baik
dalam menjalankan antri maka baik pula pola pikir dan kehidupan sosialnya.
Bangsa yang baik dalam menjalankan antri maka baik pula pola pikir dan kehidupan
sosial bangsa tersebut.
Budaya antri orang barat, termasuk
Amerika Serikat, yang luar biasa telah membuat banyak bangsa lain kagum. Salah
satunya adalah bangsa Jepang. Bangsa Jepang yang dahulunya merupakan negara
kekaisaran yang sangat menjunjung tinggi budaya mereka kini dipandang lain oleh
negara-negara dunia. Bangsa Jepang dinilai memiliki kemajuan teknologi yang
sangat luar biasa dan kehidupan sosial yang baik. Begitu pula dengan budaya
antri mereka.
Masih tergambar jelas dalam ingatan
ketika gempa melanda negara Jepang dan mengakibatkan kerusakan yang sangat
parah di berbagai sudut kota. Ketika itulah Jepang juga secara tidak langsung
menunjukkan kebesarannya sebagai sebuah bangsa. Yang pertama dari aspek
perbaikan di berbagai sektor, banyak sekali beredar gambar jembatan roboh,
jalanan retak, dan runtuhan gedung berceceran di dimana-mana, hanya dalam
beberapa jam saja sudah kembali seperti semula. Yang kedua dari aspek moral
masyarakatnya, yang ketika rumah-rumah dan supermarket roboh sama sekali tidak
ada penjarahan dan nyaris tidak ada tindakan kriminal ( hal ini tentu saja
bertentangan dengan moral bangsa kita ). Dan tentu saja budaya antri yang
sangat luar biasa ditunjukkan ketika pembagian bantuan dan jatah makanan. Semua
rakyatnya seakan memiliki pemikiran dan pandangan yang sama tentang antri,
sehingga pembagian bantuan berlangsung tertib dan memudahkan petugas.
Segala keunggulan bangsa Jepang saya
rasa tidak lepas baiknya budaya antri mereka. Hal inilah yang menjadi masalah
besar bagi kita bangsa Indonesia. Bukankah seharusnya kita iri melihat bangsa
Jepang yang notabene merupakan bangsa Timur seperti kita, mampu membuat kagum
dunia dengan budaya antrinya. Yang menjadi kebingungan bagi kita mungkin adalah
melihat bangsa-bangsa barat, juga bangsa Jepang, mampu memelihara budaya antri
dengan sangat bagus padahal kebanyakan dari mereka bahkan tidak memiliki
keyakinan/atheis.
Beberapa dari mereka tidak taat
menjalankan agamanya, bahkan juga banyak melakukan kejahatan kriminalitas,
khususnya tindakan asusila. Banyak remaja mereka yang tidak asing lagi dengan
minuman beralkohol maupun obat-obatan terlarang. Namun terlepas dari itu semua,
mereka berhasil menanamkan jiwa sosial dan keunggulan pola pikir dan terlihat
dari budaya antri mereka.
6. Budaya
Antri di Negara Indonesia
Marilah kita melihat sejenak ke bangsa kita. Sudahkah
kita menerapkan budaya antri yang baik? Saya rasa semua sepakat menjawab:
Belum. Banyak sekali contoh yang memperlihatkan kebobrokan budaya antri kita.
Contoh yang paling sering kita jumpai dan hampir ada setiap tahun adalah ketika
hari Idul Adha ketika pembagian jatah hewan kurban. Selalu dan tidak pernah
tidak terjadi kericuhan. Akibatnya banyak warga yang terluka dan bahkan tidak
jarang ada yang tewas. Contoh paling anyar adalah ketika antri tiket final
sepakbola SEA Games 2011 yang terjadi kericuhan hingga menyebabkan korban tewas
2 orang karena terinjak-injak.Budaya antri di Indonesia seperti sebuah
kebalikan dari budaya antri di luar negeri, khususnya bangsa barat dan bangsa
Jepang. Di negara kita tercinta ini, kecurangan dan egoisme seperti sudah
mendarah daging. Dapat kita ambil contoh di kehidupan sehari-hari, ketika di
pasar misalnya, ketika kita membeli sayuran kemudian ada ibu-ibu yang menerobos
sambil menjulurkan uangnya kepada penjual, dan biasanya sambil berkata, “Tulung
diselakne dhisik” atau dalam bahasa Indonesia-nya, “Tolong didahulukan”.
Hal semacam ini telah mengakar kuat pada warga
Indonesia. Contoh yang saya berikan diatas adalah contoh cara paling sopan
menerobos antrian. Bisa dibayangkan betapa bobroknya budaya antri yang kita
miliki. Hal ini diperparah dengan kenyataan bahwa seolah-olah mereka(orang yang
suka menerobos antrian) bangga dengan “kemampuan” yang mereka miliki. Bahkan
tidak sedikit pula yang mengajarkan cara-cara menerobos dan mengacaukan antrian
kepada anak-anak mereka.
Padahal menurut kami budaya antri adalah budaya yang
semestinya dijunjung tinggi oleh setiap individu, setiap lapisan masyarakat di
suatu negara. Andai saja mereka paham dan mengetahui bahwa prinsip-prinsip
budaya antri dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat memberikan efek
yang luar biasa positif bagi suatu bangsa.
Budaya antri yang telah mengakar tentu memiliki nilai
yang sangat berharga, oleh karena itu besar harapan kami agar bangsa ini mampu
mengubah ke-iri-annya dan kekagumannya terhadap bangsa barat menjadi sebuah
cambuk dan motivasi untuk menerapkan dan menjalankan prinsip budaya antri di
kehidupan sehari-hari. Dengan ditandai tertibnya antri dan bebas dari kericuhan
maka Indonesia akan dipandang sebagai negara yang tahu norma dan memiliki
kebersamaan serta sosial yang besar.
Memang tidak mudah untuk mengajak masyarakat dan
mengubah pola pikirnya terhadap budaya antri, khususnya di Indonesia. Mereka
terlanjur beranggapan negatif terhadap kata ANTRI. Kebanyakan mereka
berpendapat bahwa antri adalah hal yang tidak mengenakkan, membosankan dan
membuang-buang waktu. Memang mereka ada benarnya juga karena hal-hal itulah
yang juga akan kita temui dalam antrian.
Namun disini poin utamanya adalah sikap kita dalam
menghadapi problem-problem dalam antrian itu. Bagaimana kita mengatur pikiran,
mengendalikan emosi, dan memakai kecerdasan untuk menempatkan diri sesuai
dengan tempatnya. Hal-hal inilah yang menunjang nilai-nilai kehidupan yang
terkandung dalam antri.
7. Aspek-Aspek
Budaya Antri
Terdapat alasan yang kuat mengapa budaya antri yang
baik di negara-negara maju, khususnya negara barat dan Jepang dapat membuat
kagum bangsa lain. Hal itu dikarenakan tidak lain karena terdapat aspek-aspek
istimewa yang terkandung dalam budaya antri tersebut. Aspek-aspek dalam budaya
antri tersebut menunjang kemajuan pola pikir dan kemajuan kehidupan sosial
masyarakat suatu bangsa.
Dalam budaya antri mengandung aspek kedisiplinan. Tentu
saja dalam antri kita dituntut bersikap disiplin. Tidak ragu terhadap
keputusannya dan mantap menjalani antrian. Aspek kedisiplinan juga ditunjang
dengan aspek tanggung jawab. Artinya orang antri harus dapat
mempertanggungjawabkan posisinya. Mampu mempertahankan posisi dan berusaha keluar
dari pengaruh buruk yang dapat sewaktu-waktu terjadi. Selain kedisiplinan dan
tanggung jawab, budaya antri juga mengajari kita menjadi dewasa.
Dewasa dalam arti kita dibimbing untuk berpikir bahwa
masalah tidak benar-benar selesai dengan jalan curang. Kita dipaksa berpikir
dewasa bahwa dengan sedikit menunggu dan sedikit belajar, pasti akan datang
juga waktunya bagi kita. Dengan kata lain, belajar menjadi dewasa sama dengan
memajukan pola pikir dan intelegensi. Dengan budaya antri kita dapat memahami bahwa
dengan menyatukan pola pikir maka kita akan dapat membangun pondasi yang kuat untuk
Indonesia yang sejahtera.
Selain itu aspek yang lainnya adalah respek. Dalam
budaya antri kita diajari untuk toleransi terhadap yang lainnya. Kita harus
belajar respek. Dengan adanya respek maka akan muncul perasaan iba dengan
penderitaan orang lain. Dengan toleransi maka akan tumbuh perasaan saling
memahami bahwa semua dihadapkan dalam kondisi yang sama. Dengan respek pula
kita dapat menilai bahwa dengan antrian yang baik maka proses menggapai tujuan
akan berjalan lancer.
Apabila membicarakan budaya antri maka terasa kurang
apabila tidak membahas kesabaran. Antri sangat erat kaitannya dengan kesabaran.
Orang yang tidak mau antri maka dapat dikatakan dia orang yang tidak sabar.
Dalam hal ini tidak sabar dapat disebabkan oleh berbagai alasan, mungkin karena
situasi pikiran yang kondusif, namun bisa juga karena memang sedang
dikejar-kejar waktu dan dalam jadwal yang padat.
Namun yang pasti orang-orang semacam itu tidak dapat
mengendalikan pikiran dan emosinya sehingga mendapat kesan selalu terburu-buru.
Dan orang seperti adalah orang yang paling tidak suka melakukan budaya antri.
Dan akibatnya akan timbul pemikiran-pemikiran jahat dan menyebabkan
kerusakan-kerusakan barisan antrian dan lain sebagainya.
Banyak sekali aspek atau nilai yang dapat kita ambil
dari budaya antri. Namun nilai utama dan yang paling utama adalah bahwa budaya
antri mengajari kita tentang PERSAMAAN. Budaya antri tidak mengenal gender,
jabatan, agama, ras atau warna kulit. Budaya antri membuka mata kita bahwa
semua orang itu sama, memiliki hak dan kewajiban untuk memperoleh sesuatu,
tidak peduli latar belakangnya. Sikap menghargai perbedaan dan menjunjung
tinggi persamaan inilah yang sangat jarang kita temui di negeri tercinta ini.
Di Indonesia masih banyak orang gila akan harta, gila
akan jabatan, gila akan kesenangan dunia yang lain. Mereka lupa dan mengabaikan
orang-orang di sekelilingnya, bahwa orang-orang itu juga memiliki hak yang sama
meskipun tidak memiliki kesempatan yang sama. Mereka seakan-akan menganggap
kasta itu bagian penting dalam kehidupan. Sehingga mereka, orang Indonesia,
memuja-muja jabatan.
Mencari segala cara agar dapat mendapatkan jabatan yang
tinggi. Itu semua dikarenakan timpangnya budaya antri di Indonesia. Mereka
menganggap rendah lain, dan berpikir bahwa dengan jabatan yang tinggi dapat
memperoleh apa yang diinginkan lebih mudah daripada orang lain.
Selain mengajari kita pentingnya memahami persamaan,
budaya antri mengajari kita STEP BY STEP. Artinya bahwa dengan antri kita dapat
memahami bahwa untuk menggapai sebuah tujuan tidak bisa secara instan.
“Kita bangsa Indonesia itu punya sifat penerobos,
maunya cepat.”Mochtar Lubis. Dalam sebuah antrian ada orang yang berada didepan
dan juga berada di belakang. Dalam hidup kita harus melalui rintangan demi
rintangan, sedikit demi sedikit, dan dengan kesabaran dan ketekunan yang baik
maka kita akan dapat meraih tujuan yang kita inginkan. Namun jangan lupa bahwa
ada orang dibelakang kita. Artinya bahwa ada orang yang memiliki hak yang sama
namun belum memperoleh kesempatan yang sama dengan kita. Jadi dalam budaya
antri kita diajari bahwa perjalanan kehidupan adalah sebuah proses step by
step, bit by bit and little by little.
III.
DAFTAR PUSTAKA